Kamis, 12 Desember 2019

Wakil Gubernur Jawa Barat Paparkan Pencegahan Dini Anti Radikalisme,Menuju Remaja Saleh Lahir Dan Bhatin

Waspada Gurita Faham Radikalisme
infonews871.blogspot.com- Jumat.13 Desember 2019
infonews871-Radikalisme adalah fanatisme atau pemutlakaan terhadap suatu keyakinan dan sikap tidak mau kompromi dalam mempertahankan keyakinannya atau melawan keyakinan pihak lain (seringkali dengan menggunakan cara-cara kekerasan). Praktek radikalisme yang sarat kekerasan.
Narasumber Dari Berbagai Perguruan Tinggi


Sementara itu, demokrasi adalah aturan main dalam bernegara dan bermasyarakat yang mengedepankan prinsip kebebasan dan hak asasi individu.  Demokrasi menjadi ruang yang terbuka bagi berkembangnya sikap toleran dan penghormatan terhadap hak-hak individu, bagi tumbuhnya gagasan-gagasan baru.  Pada saat yang sama, iklim demokrasi memberi ruang lebar bagi berkembangnya gerakan-gerakan radikal, dalam konteks ini radikalisme agama, meskipun gerakan ini secara terang-terangan mengusung agenda anti-demokrasi.  Inilah kehebatan tetapi sekaligus ironi demokrasi.
Dalam kesempatan itu hadir juga wakil Gubernur Jawabarat Uu Ruzhanul Ulum,Kepala KCD Wilayah IV Ai Nurhasan,Bupati Purwakarta Ambu Anne Ratana mustika,Serta Para Kepala Sekolah Wilayah IV Jawabarat.
Tidak tanggung-tanggung sosialisasi yang diselenggarakan di Aula yudistira Pemda Kabupaten Purwakarta,mendatangkan Narasumber Profesor dan Doktor dari Perguruan Tinggi.
Wakil Gubernur Jawabarat Uu Ruzhanul Ulum
Wakil Gubernur Jawabarat Uu Ruzhunul Ulum Memaparkan"Gerakan radikal tidak dapat hidup di zaman Orde Baru yang otoriter, tetapi kemudian menemukan ruang yang terbuka untuk hadir dan menguasai panggung politik justru setelah Indonesia mengalami demokratisasi.  Kenapa demikian?  Demokrasi mensyaratkan adanya toleransi.  Penguasa di era demokrasi terpenjara oleh kebutuhan untuk menjaga citra sebagai sebagai pemimpin atau penguasa yang demokrat dengan bersikap toleran terhadap penggunaan kebebasan oleh individu atau kelompok, termasuk toleran terhadap perilaku radikal.  Kaum moderat juga cenderung toleran dengan bersikap diam, meskipun sebenarnya mereka tidak setuju pada aksi kaum radikal ini.  Sudah barang tentu ada juga kaum moderat yang diam-diam menyetujui perilaku kaum radikal" Ucapnya,saat Pembukaan Sekaligus Penutupan Acara Sosialisasi Anti Radikalisme Di Aula Yudistira Pemda Purwakarta Kamis 12 Desember 2019 kemarin.

Dalam Sambutannya Bupati Purwakarta Ambu Anne Ratana Mustika Mengatakan"Radikalisme tidak bisa dijawab dengan politik moderasi atau politik toleransi. Mereka tidak mengenal bahasa moderat dan tidak bisa melunak oleh tutur kata halus.  Radikalisme membutuhkan jawaban yang radikal.  Apa yang perlu dilawan dari praktek radikalisme di Indonesia bukannya gagasan radikalnya, tetapi cara-cara radikal yang mereka lakukan, yaitu melakukan kekerasan.  Di negara demokratis, menjadi hak dari setiap individu untuk bersikap radikal terhadap keyakinan yang diyakini, sejauh perjuangan nilai tersebut ditempuh secara damai, tidak dengan menggunakan cara-cara kekerasan" Ungkapnya.
Bupati Purwakarta Ambu Anne Ratna Mustika
Ketika dua kekuatan radikal ini muncul, penguasa yang terpenjara oleh mitos “toleransi” gamang dalam mensikapi konflik antar dua pihak tersebut, kemana harus berpihak.  Mereka seperti ingin mengambil jarak dari konflik wacana ini. Tetapi perlu diingat, negara tidak mungkin mengambil jarak dengan bersikap diam. Mau tidak mau, disadari atau tidak, mereka pasti, dan harus berpihak. Misalnya, dalam konteks diskusi atau pertunjukan musik, negara tidak bisa bersikap netral. Ketika negara tidak memberi izin terhadap terselenggaranya acara-acara tersebut, kemudian aparat negara tidak mau bertindak terhadap pelaku kekerasan, negara sebenarnya sudah berpihak berpihak kepada kelompok radikal.  
Demokrasi tidak identik dengan netralitas.Demokrasi adalah nilai yang pasti: equality, liberty, and fraternity. Penguasa demokrat harus berpihak kepada perjuangan terhadap nilai-nilai tersebut.  Demokrasi dapat dilawankan dengan tirani, tetapi demokrasi juga lawan dari sikap anti-kebebasan dan sikap anti-pluralisme.  Pada tingkat tertentu, kehadiran kelompok radikal yang kritis terhadap penggunaan kebebasan perlu untuk menjadi kekuatan kontrol dari praktek demokrasi.  
Kepala KCD Wilayah IV Ai Nurhasan
Tetapi kontrol yang berlebihan dari kaum radikal ini, yaitu dengan melakukan kekerasan kepada pihak yang dianggap berseberangan, pada gilirannya akan dapat merusak demokrasi.  Agar demokrasi tidak rusak, dibutuhkan kehadiran kaum radikal yang sebaliknya: radikal humanis, radikal kebebasan berpikir, radikal pluralis. "Pelajar harus diberi ruang untuk berekspresi, agar kehadiran dari kaum radikal tersebut pertama tadi tidak sampai merusak demokrasi.  Negara harus juga radikal dalam menjalankan fungsi-fungsi dasarnya, yaitu menegakkan hukum.  Tanpa itu, negara telah berpihak pada kaum radikal anti kebebasan dan anti-pluralisme tersebut" Ungkap Ai Nurhasan Ketika Memberikan sambutan sebagai ketua penyelenggara Sosialisasi Anti Radikalisme di Aula Yudististira Kabupaten Purwakarta.(Kang Bahar)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MKKS & FKKSMKS Kabupaten Karawang Siapkan Pengajuan Pembelajaran Tatap Muka Awal Tahun 2021

Musyawarah forum kerja kepala sekolah swasta Kab.Karawang bahas teknis persiapan sekolah tatap muka dimasa new normal jelang awal tahun 2021...